Beranda | Artikel
Hukum Membunuh Seorang Muslim
22 jam lalu

Hukum Membunuh Seorang Muslim adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Shahih Jami’ Ash-Shaghir. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Emha Hasan Ayatullah pada Kamis, 14 Muharram 1447 H / 10 Juli 2025 M.

Kajian Islam Tentang Hukum Membunuh Seorang Muslim

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أَبَى اللَّهُ أَنْ يَجْعَلَ لِقَاتِلِ الْمُؤْمِنِ تَوْبَةً

“Allah tidak mau menerima taubat orang yang membunuuh seorang mukmin.” (HR. Ath Thabrani)

Yang dimaksud dengan pembunuhan dalam hadits tersebut adalah pembunuhan tanpa sebab yang dibenarkan. Jika seseorang dibunuh karena adanya sebab yang sah menurut syariat misalnya, ia pernah membunuh orang lain lalu dikenakan hukum qishash, atau karena membahayakan, memberontak, atau sebab lain yang dibolehkan dalam syariat maka hal itu tidak termasuk dalam larangan yang dimaksud. Pembahasan ini merujuk kepada ketika seseorang membunuh tanpa alasan yang dibolehkan oleh syariat.

Hadits ini, secara redaksi apa adanya, menyatakan bahwa Allah tidak akan menerima tobat dari orang yang membunuh, yang berarti dosanya tidak diampuni. Namun, para ulama memahami bahwa maksud hadits ini bukan berarti pelaku pembunuhan menjadi kafir, kecuali jika ia meyakini bahwa perbuatan tersebut halal.

Jika seseorang menyatakan bahwa membunuh itu boleh atau halal, maka ia telah kafir. Sebab, Allah telah mengharamkan pembunuhan dengan tegas, lalu ia malah menghalalkannya. Maka, siapa pun yang berani menghalalkan apa yang telah Allah haramkan, berarti ia telah kufur, membantah, dan membangkang terhadap hukum Allah. Meskipun ia tidak membunuh, tetapi jika ia berkata bahwa membunuh kaum Muslimin itu boleh atau halal, maka ia tetap kufur karena telah menghalalkan sesuatu yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Redaksi hadits ini digunakan untuk az-zajr, yaitu sebagai bentuk teguran keras atau peringatan tegas agar tidak ada yang berani melakukan perbuatan seperti ini. Hal ini serupa dengan firman Allah dalam Surah An-Nisa’:

﴿وَمَنْ يَّقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَاۤؤُهٗ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيْهَا وَغَضِبَ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهٗ وَاَعَدَّ لَهٗ عَذَابًا عَظِيْمًا﴾

“Dan barang siapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah Jahannam, kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, melaknatnya, dan menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An-Nisa’ [4]: 93)

Di dalam ayat yang lain Allah Subḥanahu wa Taʿala berfirman:

﴿وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ يَلْقَ أَثَامًا ۝ يُّضٰعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ وَيَخْلُدْ فِيْهٖ مُهَانً﴾

“Dan orang-orang yang tidak menyekutukan Allah, tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk dibunuh) kecuali dengan alasan yang benar, dan tidak berzina. Barang siapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat dosa. Akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu dalam keadaan terhina.” (QS. Al-Furqan [25]: 68–69)

Maka Ahlus Sunnah membahas seluruh dalil ancaman secara menyeluruh dan utuh. Di antara dalil tersebut adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

﴿اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَاۤءُۚ﴾

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki.” (QS. An-Nisa’ [4]: 48)

Dengan dalil tersebut, Ahlus Sunnah menyimpulkan bahwa pelaku dosa besar, selama ia tidak menghalalkan suatu keharaman yang telah Allah tetapkan, maka ia tidak menjadi kafir. Ia tetap berdosa dan harus menanggung konsekuensinya, namun peluang untuk mendapatkan ampunan dari Allah masih terbuka. Sebab, Allah Subhanahu wa Ta’ala dapat mengampuni seluruh dosa selain kesyirikan.

Namun, redaksi seperti itu mengandung makna penekanan. Artinya, peringatan ini tidak boleh dianggap remeh bukan urusan yang sepele.

Subhanallah, hal ini ditegaskan oleh para ulama dengan penekanan yang sangat bertubi-tubi. Akan tetapi, sebagian kaum Muslimin justru menganggap enteng urusan darah sesama Muslim. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَزوالُ الدُّنيا أهونُ على اللهِ من قتلِ رجلٍ مسلمٍ

“Sungguh, hilangnya dunia ini lebih ringan di sisi Allah daripada ditumpahkannya darah seorang Muslim.” (HR. At-Tirmizi dan An-Nasa’i; disahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah)

Para ulama menjelaskan bahwa ketika seseorang melakukan pembunuhan, maka ada tiga jenis hak yang ia langgar:

  1. Hak Allah Subhanahu wa Ta’ala.
    Ia telah melanggar larangan Allah. Allah melarang pembunuhan, namun ia tetap melakukannya. Ia menyebarkan kerusakan, menumpahkan darah, dan mengganggu stabilitas, keamanan, serta kenyamanan makhluk Allah.
  2. Hak keluarga korban.
    Ia merampas hak keluarga korban. Ketika mereka sedang hidup bahagia bersama anggota keluarga, lalu tiba-tiba dibunuh. Kesedihan mereka tidak bisa dibayangkan. Sering kita melihat, dalam kasus pembunuhan, orang tua korban sampai tidak bisa berbicara, hanya menangis. Apalagi jika pembunuhan tersebut dilakukan secara terencana atau tanpa ada hak maupun pelanggaran
  3. Hak orang yang dibunuh.
    Yaitu orang yang menjadi korban pembunuhan.

Para ulama mengatakan bahwa hak Allah lebih mudah dibandingkan hak manusia. Artinya, karena Allah Maha Pengampun, jika seseorang benar-benar bertobat dengan tulus, bersungguh-sungguh untuk memperbaiki diri dan berbenah, maka Allah akan memaafkannya. Dengan demikian, hak Allah yang dilanggar dalam kasus seperti ini dapat diatasi, apabila pelaku benar-benar bertobat dengan tobat yang sesungguhnya.

Hak kedua yaitu, hak keluarga korban. Para ulama mengatakan bahwa mereka harus dimintai maaf.. Namun, jika mereka tidak memaafkan, atau memaafkan tetapi dengan syarat tertentu, maka itu adalah hak mereka sepenuhnya.

Adapun hak yang ketiga, yaitu hak orang yang dibunuh hak korban maka itu tidak akan selesai sampai hari Kiamat. Jadi, urusan pembunuh itu tidak selesai hanya di dunia. Meskipun ia telah meminta maaf kepada keluarga korban, telah berusaha memperbaiki diri, dan bahkan dianggap telah mengalami banyak perubahan menjadi pribadi yang lebih baik daripada sebelumnya, tetap saja urusannya dengan korban belum selesai. Itu adalah perkara yang Sulit. Pada hari Kiamat nanti, Allah Subḥanahu wa Taʿala akan menyelesaikan semuanya, dan Dia tidak akan membiarkan satu pun hak manusia terlewat. Allah Subhanahu wa Ta’ala  berfirman:

﴿فَالْيَوْمَ لَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْـًٔا﴾

“Pada hari ini, tidak ada satu jiwa pun yang akan dizalimi sedikit pun.” (QS. Yasin [36]: 54)

AllahSubhanahu wa Ta’ala mengetahui segala sesuatu dan benar-benar akan menunjukkan seluruh bentuk pembalasan. Tidak ada satu pun yang terlewat. Seorang mukmin masih mungkin berada dalam kelapangan dan ketenangan, meskipun memiliki kesalahan dan kekurangan, selama ia belum menyentuh urusan darah. Namun, jika sudah berkaitan dengan darah maka ini adalah dosa besar. Kita tegaskan bahwa ini merupakan dosa yang sangat besar. Oleh karena itu, hadits-hadits yang berkaitan dengan perkara ini menunjukkan bahwa tindakan tersebut bukanlah perkara remeh.

Bagaimana pembahasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian dan simak kajian yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian

Mari turut membagikan link download kajian “Hukum Membunuh Seorang Muslim” yang penuh manfaat ini ke jejaring sosial Facebook, Twitter atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pembuka pintu kebaikan bagi kita semua. Jazakumullahu Khairan.

Telegram: t.me/rodjaofficial
Facebook: facebook.com/radiorodja
Twitter: twitter.com/radiorodja
Instagram: instagram.com/radiorodja
Website: www.radiorodja.com

Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui :

Facebook: facebook.com/rodjatvofficial
Twitter: twitter.com/rodjatv
Instagram: instagram.com/rodjatv
Website: www.rodja.tv


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55312-hukum-membunuh-seorang-muslim/